Sabtu, 13 Juni 2015

Jatuh

JATUH


Sore di batas desa, bayang gapura gerbang batas mulai redup, titik halus air dari awan yang meretas terbawa angin yang berhembus. Petani beriringan di pematang, sang bangau-pun melintasi awan.... aku.... masih terpaku di gerbang batas dengan selaksa kata hati yang sulit kulukiskan.

Satu persatu petani itu berlalu di hadapanku, mereka ramah meski sedikit bergegas, sapaan mereka aku balas dengan senyuman sambil sesekali menundukkan kepala menghormati mereka. Pandanganku menelusuri garis pematang yang membentang, titik air halus makin menebal.... kabut..... terasa dingin sekujur tubuhku. Dari kejauhan samar kulihat sosok berlari kecil di pematang, rupanya masih ada seorang petani yang terlambat pulang. Tidak berapa lama sosok itu sudah berada tidak jauh dari tempatku berdiri, bentuknya mulai terlihat, pakaian, tutup kepala, dan raut wajahnya.

Aku makin terpaku, seketika seluruh tubuhku terasa panas padahal kabut kian menebal. Tiba-tiba angin berhembus kencang seakan datang dari semua arah, dedaunan yang bertengger di atap gapura berjatuhan, beberapa daun menerpa wajahku.... dan sosok yang kian mendekat tadi berbalik arah berlari, dalam keremangan senja dan rengkuhan kabut aku berusaha mencari sosok tadi.... sepertinya telah terjadi sesuatu pikirku. Langsung saja aku berlari mengejar sosok itu, setelah aku makin dekat nampak dia berusaha menggapai sesuatu yang tersangkut pada sebatang ranting di tengah telaga kecil, aku makin dekat, dia berbalik ke arahku sambil berkata "tolong, kain penutup kepalaku terbang dan nyangkut di sana". Tanpa pikir panjang aku perlahan turun ke telaga, dengan hati-hati aku berusaha mencapai ranting dan menggapai kain itu, akhirnya kain itu berhasil kuraih, dengan cepat aku lilitkan dileherku lalu bergegas ke tepi telaga.

Di pinggir telaga air sebatas pinggang, aku menjulurkan tangan untuk ditarik naik, dia-pun berusaha memegang tanganku, rumput di sekeliling sudah basah, tanah-pun jadi licin, belum sempat dia pegang tanganku tiba-tiba dia terpeleset meluncur dengan cepat, aku tidak sempat menghindar, tubuhnya menimpaku. Kami berdua terjatuh dalam telaga, tanganku dengan cepat berusaha memegang tangannya, lalu aku tarik agar dia tidak tenggelam, karena khawatir, aku tidak sadar kalau aku menariknya dengan keras sehingga dia kini sangat dekat denganku. Tangan kirinya tetap kupegang, dan tangan kiriku memegang pundak kanannya... dan kini di depanku terlihat jelas wajah putih, bibir merah, mata bulat, alis lebat dan rambut yang panjang. Jantungku berdegup kencang dan .... entah bagaimana caranya dia ada dalam dekapanku, yang jelas aku katakan padanya "syukurlah kamu tidak apa-apa". 

Aku ingin terus mendekapnya tiba-tiba dia berkata tepat di telinga kiriku "ayo kita cepat ke atas, konon telaga ini ada buayanya". Aku kaget bukan kepalang. Setelah mengantar dia ke rumahnya, aku-pun kembali ke rumah dengan selaksa rasa dan aneka warna hati. Aku bersyukur bisa menolong, tapi aku menyesal tidak mengatakan apa-apa tentang rasa hatiku yang melambung sejak pertama melihatnya. Hmmmm.... kenapa aku tidak mengatakan aku suka kamu, atau... kamu cantik ... atau .... besok kita ketemu lagi .... atau ... atau... atau ... ahhhh .... atau besok kita jatuh lagi di telaga.

  Hingga larut malam aku masih memikirkan dia dan membayangkan kejadian itu serta meresapi rasa hatiku, ternyata aku benar-benar telah jatuh, jatuh di telaga dan jatuh dalam cinta.